Resilience dan Kesehatan Mental Kita
Pernah merasa terpukul ketika suatu kabar buruk menghampiri Anda? Tenang, Anda tidak sendiri. Pasti banyak dari kita pernah mengalaminya. Bahkan, beberapa dari kita langsung merasa terpuruk dan tidak ingin keluar dari zona nyaman lagi. Mengurung diri dan tenggelam dalam emosi negatif kemudian menjadi rutinitas sehari-hari.
Meskipun hal ini memang pernah dialami oleh setiap individu, tetapi bukan berarti tenggelam dalam perasaan yang menguras energi harus selalu jadi pilihan ketika menghadapi kabar buruk. Jika Anda memiliki resilience atau ketangguhan yang baik, menanggapi hal negatif tidak perlu lagi dilakukan dengan mengubur diri dalam kesedihan dan kecemasan.
Apa Itu Resilience?
Resilience, dalam Understanding Resilience and Preventing and Treating PTSD oleh Horn dan Feder, adalah kemampuan untuk mengatasi dan memulihkan diri dari suatu masalah. Orang yang memiliki resilience bisa menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup seperti perceraian, kematian seseorang yang dicintai, isu finansial, dan hal-hal serupa, dengan kekuatan dan kemampuannya.
Alih-alih tidak merasakan kesedihan atau duka, seseorang yang memiliki kemampuan resilience tetap memiliki reaksi yang sama terhadap suatu masalah. Mereka tetap merasa sedih, berduka, dan stress dalam menghadapi masalah itu, bahkan dengan jumlah yang tidak kurang dari orang lain. Namun, mereka menggunakan coping skills yang sehat dalam menangani kesulitan yang datang. Coping skills tersebut mendorong perkembangan diri mereka dan membuat mereka lebih kuat dari sebelumnya.
Lalu, apa saja tanda-tanda orang yang memiliki resilience?
Orang-orang yang memiliki resilience bisa diidentifikasi dengan kemampuannya dalam mengatur emosi, coping skills yang efektif, rasa percaya diri dan kontrol, serta meminta dukungan secara sosial jika membutuhkan.
Kebalikannya, orang dengan resilience yang rendah akan kewalahan dalam menghadapi kesulitan dan tak jarang malah nyasar ke coping mechanism yang buruk.
Kekecewaan atau kegagalan tersebut rupanya memang bisa membawa mereka ke perilaku yang tidak sehat, destruktif, bahkan berbahaya. Orang-orang seperti ini justru akan mengalami recovery atau masa pemulihan yang lebih lambat, dan yang lebih parahnya bisa menanggung beban penderitaan secara psikologi.
Bagaimana Mengatasinya?
Menurut teori resilience dalam What Is Resilience? Your Guide to Facing Life’s Challenges, Adversities, and Crises oleh Hurley, faktor-faktor ini dapat membantu membangun resilience dalam diri kita:
- Dukungan secara sosial
Riset menunjukkan bahwa dukungan dari keluarga, kerabat, dan lingkungan sosial lainnya bisa menumbuhkan kemampuan resilience seseorang ketika sedang menghadapi krisis-krisis di hidupnya.
- Self-esteem
Self-esteem atau harga diri ini adalah sebuah perasaan positif dan rasa percaya pada diri sendiri. Adanya self-esteem pada diri Anda dapat mencegah rasa tidak berdaya dalam masalah yang dihadapi.
- Kemampuan mengatasi suatu hal atau coping skills
Dengan memiliki coping skills yang baik, Anda bisa menjadi semakin kuat dalam melalui problematika yang ada di depan Anda. Riset dari beberapa pediatrics profesional mengatakan bahwa coping skills yang positif seperti optimisme dan sharing dapat menumbuhkan resilience.
- Kemampuan berkomunikasi
Ketika merasakan kesulitan, jangan biarkan diri Anda terdiam dan tidak meminta bantuan pada siapapun. Tetap jaga interaksi Anda, berempati, dan percaya pada diri sendiri maupun orang lain. Sebab, menurut riset yang dijalankan oleh Saul Levine, orang-orang yang melakukan langkah-langkah tersebut cenderung lebih tangguh atau resilient dibanding orang lain.
- Pengaturan emosi
Mengatur emosi yang kira-kira akan membuat Anda kewalahan atau overwhelmed rupanya bisa menjaga fokus Anda dalam mengatasi suatu huru-hara dalam kehidupan. Pengaturan emosi ini, menurut sebuah studi dalam Frontiers, memang berhubungan dengan pertumbuhan resilience di diri seseorang.
Nah, setelah membaca faktor-faktor di atas, Anda pasti sudah cukup paham dengan apa itu resilience dan faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan untuk membangunnya. Setelah ini, Anda bisa mulai membangun ketangguhan atau resilience dalam diri Anda dengan melengkapi unsur-unsur di atas.
Namun, secara khusus, langkah-langkah seperti membangun kesadaran diri, mengembangkan kemampuan dalam mengatur diri sendiri, mempelajari coping skills yang cocok untuk diri Anda, meningkatkan optimisme, memperkuat koneksi, dan mengetahui kelebihan Anda, dapat memperkuat ketangguhan Anda ketika nantinya dihadapi dengan suatu kabar buruk.
Meski resilience tidak bisa didapatkan dalam satu petikkan jari saja, bukan berarti Anda tidak bisa melakukannya. Dengan terus berlatih, Anda pasti mampu melewati segala masalah dengan kemampuan bertahan yang lebih baik.
Akan tetapi, jika Anda merasa butuh bantuan psikologis dalam mengatasi suatu kesulitan, meminta bantuan pada konselor bisa menjadi pilihan tepat bagi Anda. Rilis Mi, penyedia jasa konseling online, senantiasa hadir untuk memberi uluran tangan pada Anda ketika sedang berada dalam masa-masa sulit. Kunjungi website dan media sosial Rilis Mi untuk kontak kami dan informasi lebih lanjut.
Foto: The Wall Street Journal