Alasan Psikologis di Fortuner vs Brio

Alasan Psikologis di Fortuner vs Brio

Pada hari Minggu (12/02) lalu, terjadi sebuah kejadian road rage (kemarahan di jalan) di Jalan Senopati, Jakarta Selatan (Jaksel). Seorang pengendara yang menyaksikan peristiwa itu mempublikasikan video rekaman kejadian tersebut.

Sopir mobil Fortuner terlihat meluapkan emosi dengan merusak badan mobil Brio kuning itu. Tidak lama, ia menabrakkan mobil besarnya ke mobil Brio dengan sengaja. Secara cepat, video tersebut viral di internet dan menyita perhatian warga dunia maya.

Aksi sopir Fortuner tersebut termasuk sebagai salah satu perilaku road rage atau kemarahan di jalan raya. Road rage terjadi ketika seorang pengendara mengalami kemarahan ekstrem, dan kemarahan tersebut kemudian ia tujukan untuk membuat suatu kerusakan secara fisik.

Road rage ini secara umum disebabkan oleh faktor lingkungan dan psikologis. Faktor lingkungan meliputi situasi di jalanan seperti kepadatan lalu lintas. Sementara, faktor psikologis terdiri dari kemarahan yang tidak sesuai dengan tempatnya serta tingkat stres yang tinggi.

Road Rage

Jadi, sebetulnya, kemarahan ini tidak secara ujugujug muncul hanya karena kondisi jalanan yang kacau balau. Road rage jugabisa muncul karena kondisi mental sang sopir.

Berdasarkan artikel Road rage: What makes some people more prone to anger behind the wheel oleh American Psychological Association, sopir dengan tingkat kemarahan yang tinggi di jalanan bisa diidentifikasikan dengan ciri berikut:

  • Terlibat dalam pemikiran yang penuh kebencian. Mereka memiliki kemungkinan untuk mencerca pengendara lain dan menyimpan dendam. Dendam ini bisa mereka luapkan dengan bentuk kekerasan secara fisik, seperti sopir Fortuner di video tersebut.
  • Berisiko lebih tinggi di jalanan. Para sopir dengan sikap pemarah ini diasumsikan berkendara dengan kecepatan 32 kilometer per jam lebih tinggi dari batas kecepatan umum, mengganti lajur kendaraan dengan kencang, berkendara terlalu dekat dengan kendaraan lain, dan menerobos lampu merah.
  • Sumbu amarah tersulut lebih cepat dan berperilaku lebih agresif. Pengendara seperti ini cenderung lebih sering mengumpat, meneriaki orang di jalanan, dan memencet klakson dengan kasar. Selain itu, mereka juga bisa jadi berada dalam mood untuk marah-marah tidak hanya di jalanan, tetapi di tempat lainnya sepanjang hari.
  • Kemungkinan mengalami kecelakaan mobil dua kali lebih tinggi. Laporan mengatakan bahwa pengendara agresif lebih sering nyaris mengalami kecelakaan dan mendapat surat tilang berkat melewati batas kecepatan.
  • Mengalami lebih banyak kemarahan, kecemasan, dan perilaku impulsif. Tekanan dari beban pekerjaan atau rumah bisa menjadi sumber amarah bagi para sopir.

Selain road rage, ada juga istilah aggressive driving. Namun, road rage berbeda halnya dengan aggressive driving.

Aggressive driving adalah keadaan ketika seorang individu melakukan suatu atau beberapa pelanggaran lalu lintas untuk membahayakan seseorang atau suatu properti.

Aggressive driving dilakukan dengan risiko yang cukup tinggi seperti melanggar peraturan lalu lintas dan perilaku menyetir yang bisa membahayakan orang lain, tetapi tidak menyebabkan kerugian secara fisik. Seme tara, road rage diluapkan dengan ekspresi kekesalan yang lebih intens, seperti membuat kerusakan mobil lain secara fisik dan gestur-gestur tidak ramah.

Secara statistik, AAA Foundation for Traffic Safety mengemukakan bahwa road rage menyebabkan 218 kematian dan 12.610 kecelakaan dalam kurun waktu tujuh tahun, atau 30 kematian dan 1.800 kecelakaan per tahunnya.

Dengan level bahaya yang cukup tinggi, road rage tentunya harus dihindari oleh para pengendara.

Kemudian, muncul sebuah pertanyaan. Apakah road rage ini bisa dihindari dan bahkan dihilangkan sepenuhnya?

Deffenbacher mengemukakan dua poin utama untuk menjauhi para pengendara dari road rage. Kombinasi antara sikap kognitif dan teknik relaksasi bisa dilakukan.

Kedua hal tersebut telah menunjukkan secercah cahaya untuk penyusutan road rage di kalangan pengendara atau sopir dengan tingkat amarah yang tinggi. Menurut Deffenbacher, dua aspek itu efektif dalam membatasi road rage dalam diri seseorang.

Meski demikian, road rage rupanya tidak bisa sepenuhnya hilang. Setelah menjalani sesi terapi yang menganut dua poin utama tadi, level road rage para pengendara berhasil berkurang. Satu tahun setelahnya, mereka masih mampu mengendalikan kemarahannya.

Jadi, apabila Anda merasa telah memasuki tahap amarah yang super tinggi ketika berkendara, bantuan secara psikologis bisa Anda raih dengan cepat melalui konselor terpercaya. Konselor-konselor dengan kredibilitas tinggi dapat Anda temukan di Rilis-Mi. Kunjungi situs dan media sosial resmi Rilis-Mi untuk informasi selengkapnya.

Foto: AMSRUS

Share on

Start typing and press Enter to search

Shopping Cart