Silent Treatment
Halo, Rilfriends pernahkah kamu mendengar istilah ataupun pernah menerima silent treatment? Sebagai informasi, silent treatment adalah manipulasi emosional untuk mengontrol dan menghukum orang lain dengan memberikan perilaku diam untuk mengekspresikan penolakan ataupun ketidaksetujuan.
Silent treatment tidak hanya terjadi dalam hubungan romatis, tapi juga bisa saat relasi antar anggota keluarga, sahabat, rekan kerja, ataupun kontak sosial. Mayoritas silent treatment dilakukan karena:
1. Kurangnya kemampuan komunikasi
Kesulitan untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaan yang dimiliki, seringkali menjadikan silent treatment sebagai bentuk pengekspresian ketidaknyamanan yang dirasakan
2. Hukuman
Ketidaksepahaman akan cara penyelesaian konflik atau tidak adanya kesepakatan selama proses mengambil keputusan, dapat memunculkan perilaku silent treatment yang bertujuan untuk mengendalikan atau mendapat kekuasaan atas diri orang lain
3. Avoidant attachment style
Tipe avoidant attachment dikembangkan karena orang tua atau pengasuh tidak menunjukan keintiman, kepedulian, dan terabaikan kebutuhan anak sehari-hari. Dampaknya adalah kesulitan untuk mengembangkan rasa aman, nyaman, dan memilih menghindar saat mulai terlibat konflik dengan orang lain
4. Pengalaman traumatik di masa lalu
Belum pulihnya luka di masa lalu, dapat mengarahkan pada respon emosional maladaptif seperti saat muncul ketidaksepahaman lebih memilih untuk menutup diri dan bersikap diam, dibandingkan mencoba berdiskusi mencari solusi pemecahan masalah
Apabila silent treatment dilakukan terus menerus dan menjadi sebuah kebiasaan dapat berakibat fatal pada harga diri, kepercayaan diri, hadirnya perasaan terisolasi, depresi, dan mulai meragunakan makna hidup. Bahkan penelitian Kawamoto (2012) menemukan silent treatment dapat merangsang cingulate cortex, yang merupakan area otak untuk merasakan rasa sakit. Dampaknya, fisik akan merespon dengan hadirnya perubahan berat badan, tekanan darah, dan menurunnya kualitas tidur.
Rilfriends wajib berhati-hati pada hadirnya silent treatment yang mengarah pada bentuk kekerasan emosional. Tanda-tanda yang bisa Rilfriends amati adalah:
- Silent treatment berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu
- Menolak untuk melakukan kontak mata, berkirim pesan, menjawab panggilan, dan memilih untuk diam menghindar
- Kembali melakukan silent treatment, apabila segala sesuatu tidak berjalan sesuai harapan
- Perilaku muncul sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab
- Menolak untuk mengakui kesalahan yang dilakukan dan mewajibkan Rilfriends meminta maaf apabila ingin silent treatment disudahi
- Memilih bungkam saat Rilfriends mencoba untuk melakukan pembelaan
Ketika silent treatment juga mulai mengarah pada perilaku kekerasan lain seperti tuduhan tanpa bukti, ancaman verbal, ataupun membatasi akses ke lingkungan keluarga ataupun sahabat. Coba lakukan tindak penanganan, yaitu:
1. Belajar untuk membuat boundaries
Konflik seringkali terjadi karena hadirnya ketidaksepakatan tentang suatu hal. Ketika ada kesulitan untuk mengkomunikasikan ketidaknyamanan, beri batasan waktu secara jelas berapa lama perilaku diam dapat dilakukan. Setelah batasan waktu selesai, pastikan untuk mengkomunikasikan dan mencari solusi terbaik dari permasalahan
2. Hindari untuk overthinking
Seringkali perilaku diam yang dilakukan oleh orang lain, dapat memunculkan pikiran-pikiran negatif. Coba sejenak untuk mengendalikan emosi, tenangkan diri, dan mengevaluasi sebab akibat ketidaksepakatan dapat muncul
3. Konsultasi bersama profesional konselor rilismi
Jika telah mencapai titik merasa sulit untuk mengatasinya seorang diri, sangat disarankan untuk mencoba layanan konseling individual ataupun konseling pasangan. Konseling bersama konselor dapat membantumu menetapkan batasan, mempelajari proses resolusi konflik, dan meningkatkan efisiensi pemulihan dampak silent treatment. Rilfriends dapat mencoba mengontak kami melalui Direct Message (DM) ataupun nomor WhatsApp yang terdapat di bio instagram @rilis_mi.
Referensi
Kawamoto, T., Onoda, K., Nakashima, K. I., Nittono, H., Yamaguchi, S., & Ura, M. (2012). Is dorsal anterior cingulate cortex activation in response to social exclusion due to expectancy violation? An fMRI study. Frontiers in evolutionary neuroscience, 4, 11.
Foto: Photostock