Pentingnya Boundaries dalam Hubungan
Katanya, semua makhluk di dunia menginginkan kebebasan, tidak suka dibatasi – betulkah?
Ketika kita mengendarai kendaraan di jalanan, sadar atau tidak sadar kita akan mengikuti garis pembatas di atas jalan. Garis yang terkadang terlihat lurus, putus-putus, atau berbentuk dua garis sejajar tersebut seolah menuntun kita mengarungi jalanan.
Padahal, tanpa gundukan atau pembatas yang memisahkan jalur kanan dan kiri pun kita tahu bahwa alur yang kita ambil akan mengantarkan kita ke tujuan . Lantas, kenapa ya pembatas jalan itu dibutuhkan?
Well, boundaries semacam itu dibuat untuk membantu kita berlalu-lintas dengan aman dan tidak melanggar area yang keliru, apalagi melawan arus.
Saat berinteraksi dengan sesama, kita juga berjumpa dengan boundaries, yaitu batasan atau area yang membantu kita berelasi dengan aman dan nyaman. Boundaries ini bisa bervariasi untuk masing-masing individu, sesuai dengan nilai, kebutuhan, dan belief yang dianut, juga sebaiknya bukan untuk kepentingan sepihak melainkan dua arah.
Boundaries Itu Apa Sih?
Menurut APA (American Psychological Association),boundaries adalah alat yang memperbolehkan kita untuk memilih apa yang nyaman dan tidak nyaman dalam sebuah relasi atau kegiatan bersama. Siapa pun kita, pasti memiliki “ruangan di dalam diri kita” yang tidak ingin orang lain masuki, bukan karena kita menyimpan rahasia akibat melakukan suatu kesalahan, tetapi ruangan itu untuk menjaga integritas diri kita atau orang lain.
Bisa dibayangkan, apabila kita membuka diri tanpa batas – termasuk ketika kita dimintai pendapat tentang sesuatu atau seseorang- maka akan muncul chaos atau kekacauan, sakit hati, konflik, dendam, dan seterusnya. Jadi, boundaries dibuat bukan hanya untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga demi kenyamanan dan kebaikan orang lain.
Ada beberapa tipe boundaries:
- Fisik – kita menjaga tubuh kita dengan hati-hati, bahkan sejak lahir. Contohnyacaregiver membantu menutup bagian tubuh bayinya agar tidak ter-exposed. Secara fisik, kita punya batasan terhadap sentuhan atau “space” dari orang lain
- Emosi – dalam berkomunikasi, ada etika tertentu yang kita jaga untuk tidak melukai perasaan orang lain maupun diri sendiri
- Waktu – ada batasan waktu untuk setiap kegiatan yang kita lakukan, termasuk menghormati waktu orang lain
- Keuangan – dibutuhkan bijaksana dan kemampuan untuk mengelola keuangan agar kita tidak terseret ke dalam masalah berbelanja secara berlebihan
- Seks – kesadaran untuk tidak hanyut ke dalam hasrat seksual yang tak terkendali
Ciri-ciri boundaries yang “sehat”:
- Menghargai personal boundaries dan tidak kompromi dengan orang lain
- Mampu berkata “tidak” terhadap hal-hal yang tidak ingin orang lain lakukan terhadap kita
- Menerima dengan lapang dada ketika seseorang menolak atau berkata “tidak”
- Mengenal diri sendiri, apa yang kita inginkan, dan dapat mengekspresikan kepada orang lain
- Menghargai nilai-nilai, kepercayaan, pendapat orang lain meskipun berbeda dengan kita
Ciri-ciri boundaries yang “tidak sehat”:
- Tidak mampu menolak atau berkata “tidak” padahal kita tidak menghendaki
- Perasaan bertanggung jawab terhadap kebahagiaan orang lain – seolah-olah jika orang lain tidak bahagia, pasti karena kita penyebabnya
- Terlibat dalam aktivitas seksual tanpa persetujuan dari orang lain
Dalam berelasi dengan orang lain, boundaries memang diperlukan agar hubungan tersebut bisa tetap berlangsung dengan sehat. Mengomunikasikan keinginan serta membangun, menjaga, dan menghormati batasan satu sama lain adalah kunci dari hubungan yang baik.Nah, jika Anda memiliki persoalan dalam menentukan boundaries, terutama dengan orang-orang yang Anda sayangi, tentu memperbaiki hubungan tersebut adalah pilihan terbaik. Untuk melewati fase memperbaiki tersebut, konselor Rilis-Mi siap membantu Anda. Kunjungi akun Instagram dan situs resmi Rilis-Mi untuk membuat jadwal konseling dengan konselor kami.
Foto: Strong Women Thriving