Hedon Anak Pejabat

Hedon Anak Pejabat

Akhir-akhir ini, dunia maya diguncangkan dengan berita seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak atau DJP) yang menganiaya mantan pacar sang kekasih.

Orang tuanya memiliki harta miliaran. Dengan harta kekayaan orang tuanya yang sebesar itu, si anak pejabat dengan bebas memamerkan motor gede bermerek Harley Davidson di media sosialnya. Tidak hanya itu, fotonya bersama sebuah mobil Jeep Wrangler Rubicon juga sudah tersebar di jagat maya.

Terdapat banyak pihak yang mempertanyakan bahwa anak itu adalah produk pola asuh yang salah.  Apa yang ada di benak orang tuanya ketika mengijinkan anak muda usia 20 tahun dengan status mahasiswa tingkat satu untuk menikmati barang-barang mewah? 

Untuk anak dengan umur sebelia itu, menikmati barang-barang mewah bisa jadi merupakan hasil atas pola asuh orang tua yang permisif. Hal ini dalam dunia parenting memiliki istilah permissive parenting.

Permissive parenting adalah pola asuh orang tua terhadap anak yang bersifat high responsiveness dan low demandingness, atau tingkat responsivitas yang tinggi dan pemberian tuntutan yang rendah dari orang tua untuk sang anak.

Berdasarkan Parenting For Brain dalam artikel Permissive Parenting – Why Indulgent Parenting Is Bad For Your Child, orang tua dengan pola asuh ini tidak menetapkan batasan untuk anak-anak mereka. Jikalau mereka melakukannya, batasan tersebut tidak diberikan dengan ketetapan dan kesepakatan yang konsisten. Tiadanya kedisiplinan dan akuntabilitas membuat anak menjadi ‘otoritas’  atas dirinya dan lingkungannya.

Menurut Wendy Wisner dalam What Is Permissive Parenting?, anak hasil pola asuh ini bisa menunjukkan perilaku yang agresif. Skill regulasi diri (self-regulation) mereka juga bisa kian memudar sehingga menghasilkan kepribadian yang egois, sulit diatur, dan tidak sabaran.

Sedangkan menurut Serawan (2011), secara khusus, dampak pola asuh ini pada remaja adalah anak berkembang menjadi pribadi dan memiliki emosional yang kacau, bertindak sekehendak hati, tidak

mampu mengendalikan diri, selalu memaksakan kehendak, dan lain-lain.

Bisa Sebabkan Hedonisme?

Kebebasan anak di bawah pola parenting yang permisif bisa mengarahkan mereka untuk melakukan hal apa pun yang mereka inginkan, mengingat orang tua mereka tidak memberi batasan yang jelas dan cukup mengikat untuk mereka. Perilaku hedonis dapat terjadi apabila pola asuh ini dijalani secara berlebihan.

Sebelum itu, mari kita gali definisi hedonisme terlebih dahulu.

Banyak yang menduga bahwa hedonisme adalah hidup berfoya-foya dan menghamburkan uang. Hal itu tidak sepenuhnya salah. Arti hedonisme yang sebenarnya adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.

Hedonisme ini membuat seorang individu selalu mengutamakan kebahagiaan dan menghindar dari segala perasaan yang menyakitkan. Bahkan, menurut Collins Gem, hedonisme adalah doktrin yang menganggap bahwa kesenangan merupakan hal yang paling penting dalam hidup.

Lalu, mengapa hedonisme pada anak yang orang tuanya permisif itu bisa terjadi?

Sebut Ismail, dkk dalam Hubungan Pola Asuh Permisif dengan Kecenderungan Gaya Hidup Hedonis pada Remaja, terbukti bahwa orang tua dan keluarga adalah penyebab utama remaja menganut hedonisme.

Sikap orang tua yang permisif, alih-alih membuat anak menjadi sosok yang dewasa dan independen, malah mengarahkan anak ke jalur sebaliknya. Anak selalu dibiarkan untuk membuat keputusan sendiri sehingga akan meningkatkan kebingungan identitas (Bernard dalam Santrock, 2002). Krisis identitas serta antusiasme anak pada hal-hal baru inilah yang membuat remaja bergaya hidup hedonis.

Tidak hanya itu, anak yang umurnya masih remaja rentan mengalami kelabilan di lingkungan sosial. Para remaja cenderung ingin mendapat pengakuan dalam lingkungan sosialnya, sehingga mereka terus mengikuti arus tren yang mengalir di sekitar mereka.

Anak pejabat yang terbiasa hidup di kota besar itu ingin menunjukkan harta orang tuanya, bahkan menganiaya remaja lain, tanpa mempertimbangkan risiko ke depannya. Di sinilah kita tahu bahwa peran orang tua masih sangat penting dalam mendidik anak kala fase remaja.

Dalam kasus ini, bagaimana cara sosok ayah membiarkan anak berumur 20 tahun tersebut menggunakan barang-barang mewah dan memamerkannya di media sosial, menyingkap sisi permisif sang ayah pada anak laki-lakinya itu.

Di umur yang masih sangat muda, sang anak sudah memiliki pengalaman mengendarai mobil dan sepeda motor mewah. Kepemilikannya atas benda-benda mahal itu juga dibuktikannya lewat Instagram. Lebih parahnya lagi, ia juga berani melakukan pelanggaran hak asasi manusia pada orang lain dengan kejam. Batasan yang diberikan oleh sang ayah atau ibunya bisa dibilang cukup kabur atau blurry.

Perilakunya ini juga menggambarkan betapa buruknya dampak permissive parenting pada anak. Peran orang tua tentunya sangat penting dalam pembentukan pola pikir anak meski anak tersebut sudah beranjak dewasa dan dianggap sudah mulai bisa menata kehidupannya sendiri. Walau anak masih berada dalam usia remaja, mereka tetap berhak mendapat bimbingan dan batasan dari orang tua.

Usia remaja merupakan fase ketika anak masih mencari jati diri, dan pada masa itu, anak perlu mendapat batasan dari orang tua agar tidak salah arah dalam perkembangannya. Pola asuh yang salah bisa menumbuhkan perilaku dan cara pandang yang tidak baik dalam diri anak. Maka dari itu, mengaplikasikan gaya parenting yang tepat bagi anak dan orang tua tentu dapat mewujudkan ketentraman dalam keluarga dan masing-masing anggotanya.

Jika Anda galau apakah pola parenting Anda sudah di jalur yang benar, tim Rilis-mi siap mendengarkan dan merefleksikannya.

Foto: sossafetymagazine

Start typing and press Enter to search

Shopping Cart