Irrational Belief: Is It Fake?
“Aku akan bisa dihargai dan dianggap berharga kalau aku selalu berhasil dalam menyelesaikan tugas dengan sempurna. Jadi, aku tidak boleh sedikitpun gagal.”
“Aku tidak bisa melakukannya, karena aku tidak cukup baik.”
“Sudah tahu aku ngga bisa pekerjaan itu, kok orang tua tetap maksa untuk bekerja disana. Mereka udah ngga sayang sama aku. Mereka egois.”
Rilfriends pernah mendengar kalimat yang mirip seperti itu? For your information, kalimat-kalimat itu masuk dalam irrational belief atau keyakinan tidak logis dan keliru yang tetap dipegang teguh walau sudah ada bukti objektif yang bertentangan dengan keyakinan awal. Irrational belief dapat muncul sebagai akibat dari:
1. Mekanisme pertahanan ego
Saat merasa cemas, stress, atau tidak nyaman tubuh secara otomatis memunculkan coping mechanism untuk membuat hal yang dirasa mengancam, tidak terasa terlalu menakutkan
2. Permasalahan kesehatan mental
Irrational belief yang muncul terus menerus, dalam jangka lama, dan sulit untuk dipatahkan dapat terjadi karena individuterdiagnosa gangguan kecemasan, bipolar, body dismorphic disorder, depresi, eating disorder, obsessive compulsive disorder, ataupun substance use disorder
Waspadai dan cek bersama yuk, Rilfriends apa saja yang masuk dalam irrational belief:
1. Catastrophizing
Meyakini bahwa seseorang ataupun situasi jauh lebih buruk dibandingkan realita yang sebenarnya. Contohnya, “Aku yakin kalau aku akan gagal lulus tepat waktu dan akan drop out, karena bertentangan dengan pendapat dosen saat sesi dialog terbuka” atau “Aku pasti mengalami gangguan depresi, akhir-akhir ini aku tidak napsu makan dan terus menerus merasa sedih”
2. Personalization
Keyakinan bahwa diri selalu bertanggung jawab atas suasana hati, sikap, dan perilaku oleh orang lain. Contohnya adalah saat pasangan tidak memberi kabar di pagi hari, membuat munculnya asumsi bahwa dia marah, kecewa, dan ingin putus. Padahal, bisa jadi karena alasan lain kelelahan atau hp lowbet
3. Black and white thinking
Keyakinan yang muncul hanya berdasar kategori baik dan buruk. Seringkali hal ini dicirikan dengan munculnya kata tidak akan pernah, harus, wajib, selalu, tidak seorang pun, ataupun segalanya. Contohnya, pasangan telat memberi pesan bahwa hari ini pulang terlambat. Respon yang muncul adalah, “Kamu selalu melakukan ini sama aku. Kamu tidak akan pernah mengerti perasaanku. Padahal kamu harus selalu mengabari aku, karena aku khawatir”
4. Minimization and magnification
Mengecilkan ataupun membesar-besarkan dampak dari situasi, sehingga jauh dari realita. Contoh magnification adalah saat terpilih menjadi MC muncul rasa gugup, dan sempat terbata-bata pada pembukaan, muncul perasaan bahwa diri gagal karena ingatan terpaku pada hal tersebut, hingga melupakan apresiasi yang diberikan oleh panitia dan peserta seminar.
5. Overgeneralization
Munculnya keyakinan negatif bahwa kegagalan adalah akibat dari satu atau beberapa peristiwa. Contohnya, “Aku gagal dalam ujian hari ini, artinya aku tidak akan pernah bisa sukses di masa depan” atau “Aku tidak akan pernah mendapatkan pasangan yang tulus dan setia, karena sekarang pun mantanku memutuskanku”
Apabila dibiarkan tanpa penanganan profesional, irrational belief dapat sangat mempengaruhi karir, keluarga, relasi sosial, pencapaian akademik, hubungan dengan pasangan, dan kehidupan sehari-hari seperti produktivitas, kemampuan adaptasi, ataupun objektivitas dalam penyelesaian masalah. Sehingga, untuk mengatasi dampak dan meminimalisir munculnya irrational belief, Rilfriends sangat direkomendasikan untuk segera menjadwalkan sesi konseling bersama konselor rilis.mi melalui Direct Message (DM) ataupun nomor WhatsApp yang terdapat di bio instagram @rilis_mi.
Sumber foto: Freepik